Yasin Lembar yang Menyimpan Doa
Di sebuah sore yang tenang, di meja ruang tamu, tergeletak sebuah buku Yasin dengan sampul hijau tua. Sudut-sudutnya sedikit aus, menandakan seringnya ia dibuka. Bagi sebagian orang, buku itu hanyalah salah satu dari sekian banyak buku doa. Namun bagi keluarga yang memilikinya, setiap halaman menyimpan cerita, doa, dan kenangan tentang seseorang yang pernah mengisi hidup mereka.
Pembuatan buku Yasin bagi sebuah acara peringatan tidak pernah hanya soal mencetak huruf di atas kertas. Ada proses memilih ayat, merangkai doa, dan terkadang menyisipkan foto atau pesan yang pernah diucapkan almarhum semasa hidup. Semua itu dilakukan dengan hati-hati, seakan setiap detail adalah bentuk penghormatan terakhir. Buku ini menjadi cara keluarga menyampaikan bahwa meski jarak kehidupan telah memisahkan, doa akan terus mengalir tanpa henti.
Setelah acara selesai, buku Yasin itu sering kali tetap tersimpan di rak atau di meja ruang keluarga. Sesekali, salah satu anggota keluarga mengambilnya kembali, membacanya di malam yang sunyi, atau membawanya ke masjid untuk dibaca bersama jamaah lain. Di momen-momen itu, buku Yasin menjadi penghubung antara masa lalu dan masa kini, antara cinta yang pernah ada dan doa yang tak pernah berhenti.
Tradisi ini telah diwariskan dari generasi ke generasi. Walau zaman berubah, dan teknologi menawarkan cara baru untuk membaca doa, buku Yasin dalam bentuk fisik tetap memiliki tempat khusus di hati. Ia membawa rasa hangat yang tak tergantikan, rasa bahwa seseorang masih hadir lewat doa yang dilafalkan, meski hanya melalui lembaran-lembaran sederhana yang kini menjadi bagian dari perjalanan hidup sebuah keluarga.
---------------------------------------------------------------
Posting Komentar untuk "Yasin Lembar yang Menyimpan Doa"